Category: Agribisnis Semester 5


PENDAHULUAN

Indonesia memiliki posisi sebagai produsen hasil perikanan sekaligus juga konsumen produk perikanan dunia. Posisi Indonesia sebagai negara konsumen yang cukup besar dengan penduduk saat ini sekitar 240 juta orang merupakan pasar potensial bagi berbagai produk dunia termasuk produk perikanan. Untuk itu, produk perikanan nasional harus diterima menjadi tuan di negeri sendiri sekaligus sebagai dasar untuk masuk dan berkembang di pasar negara lain (Triyanti et al., 2012).

Budidaya ikan lele dumbo merupakan salah satu jenis usaha yang semakin berkembang. Potensi inilah yang terus bertambah dan berkembang di masyarakat pedesaan. Ikan lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di pulau Jawa. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan dalam Az-Zarnuji (2011), Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas, teknologi budidaya mudah dikuasai oleh masyarakat, pemasaranya relatif mudah, dan modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah.

Kabupaten Boyolali memiliki potensi cukup besar di bidang perikanan air tawar. Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit atau lebih dikenal sebagai Kampung Lele kemudian ditetapkan menjadi kawasan budidaya lele dan juga sentra pembesaran lele. Selai itu, Kecamatan Banyudono dan Kecamatan Teras menjadi wilayah pendukung (hinterland) atau menjadi sentra pembenihan. Jumlah produksi Kabupaten Boyolali selama 5 (lima) tahun terakhir sebesar 44.735 ton (DKP Kabupaten Boyolali, 2012).

Pemasaran produk adalah satu komponen pasca produksi yang perlu mendapatkan perhatian lebih karena pemasaran merupakan salah satu kunci dalam pengembangan usaha. Sebagai komoditas yang mudah rusak (perisable), pemasaran lele harus mendapatkan perhatian yang serius. Panjang pendeknya saluran pemasaran akan menentukan kualitas lele sehingga akan berpengaruh terhadap besar kecilnya biaya, keuntungan, margin pemasaran serta efisiensinya. Continue reading

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara ekologi, baik faktor biotik dan abiotik di lingkungan tumbuh tanaman tersebut, harus diketahui dalam usaha budidaya. Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup di bumi, baik tumbuhan maupun hewan. Faktor abiotik, yaitu terdiri dari benda-benda mati seperti air, tanah, udara, cahaya, matahari dan sebagainya. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen, hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai dekomposer. Tanaman dalam kondisi alamiah maupun dibudidayakan dengan pertanian seringkali mengalami stres akibat kondisi lingkungan (environmental stresses). Stres biasanya didefinisikan sebagai faktor luar yang tidak menguntungkan yang berpengaruh terhadap tanaman.

Pertumbuhan merupakan proses pertambahan jumlah dan ukuran sel yang bersifat permanen (tetap), tidak bisa balik (irreversible) dan dapat dinyatakan secara kuantitatif. Sedangkan perkembangan merupakan proses perubahan dalam bentuk menuju ke tingkat yang lebih sempurna yang bersifat kualitatif dan irreversible. Pertumbuhan dan perkembangan  tanaman dapat dipengaruhi dalam berbagai cara oleh lingkungan. Kondisi lingkungan yang sesuai selama pertumbuhan akan merangsang tanaman untuk berbunga dan menghasilkan benih. Kebanyakan spesies tidak akan memasuki masa reproduktif jika pertumbuhan vegetatifnya belum selesai dan belum mencapai tahapan yang matang untuk berbunga. Pertumbuhan suatu tanaman yang diproduksi akan selalu dipengaruhi oleh faktor dalam maupun faktor luar dari tanaman itu sendiri.

Continue reading