Tag Archive: Koperasi dan Kemitraan Agribisnis


Kemitraan pada dasarnya merupakan sarana untuk saling memajukan dua belah pihak yang bermitra. Filosofi dari kemitraan yang dilakukan antara BUMN/BUMS dengan koperasi agroindustri di Kabupaten Batanghari adalah peningkatan keberhasilan koperasi yang bergerak di bidang agroindustri. Diharapkan pada gilirannya nanti, koperasi dapat benar-benar menjadi kekuatan perekonomian rakyat.

Prinsip kemitraan terdiri dari kesamaan, keterbukaan, dan saling menuntungkan. Kesamaan artinya bahwa dalam kemitraan yang dijalin, tidak ada yang direndahkan antara koperasi agroindustri di kabupaten Batanghari dan juga BUMN/BUMS. Dua belah pihak yang bermitra juga saling terbuka, tidak ada niat buruk yang disembunyikan dalam menjalin kemitraan. Prinsip yang paling terlihat adalah saling menguntungkan. BUMN/BUMS bisa mendapat hasil produksi lebih banyak dari suplai koperasi agroindustri. Koperasi agroindustri sendiri mendapat keuntungan tidak hanya dalam penyaluran hasil produksi tetapi juga dalam manajemen dan juga peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Asas dalam bermitra yang baik terdiri dari empat hal yaitu kesejajaran kedudukan mitra, saling membutuhkan, saling menguntungkan, dan saling memenuhi etika bisnis kemitraan. Koperasi agroindustri memang lebih besar ketergantungannya kepada BUMN/BUMS bila dibandingkan dengan sebaliknya. Namun, BUMN/BUMS tetap tidak menganggap rendah koperasi agroindustri.  BUMN/BUMS membutuhkan koperasi agroindustri untuk menjamin kontinuitas suplai bahan baku dan koperasi agroindustri membutuhkan BUMN/BUMS untuk menjamin kontinuitas serapan hasil produksi anggotanya. Hal itulah yang membuat hubungan kemitraan menjadi menguntungkan kedua belah pihak yang bermitra. Etika bisnis kemitraan juga dipenuhi dengan baik. Terbukti kerjasama mereka tidak hanya dalam hal hasil produksi tetapi juga BUMN/BUMS membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia di koperasi agroindustri berupa pengorganisasian dan juga pelatihan di bidang teknis budidaya maupun manajemen koperasi melalui program Sarjana Masuk Desa. Continue reading

Terkait dengan masalah modal, maka menjadi tugas pengurus untuk mendapatkan modal/dana dan menggunakannya seefisien dan seefektif mungkin. Optimalisasi penggunaan dana merupakan cara untuk mencapai tujuan manajemen keuangan dalam koperasi. Optimalisasi penggunaan modal akan dapat memaksimalisasi profit atau SHU dan pada gilirannya akan dapat memaksimisasi kesejahteraan anggota. SHU yang meningkat dan kesejahteraan anggota yang meningkat akan menambah kepercayaan pihak ketiga (kreditur) terhadap koperasi. Dengan kepercayaan tersebut, maka koperasi memiliki peluang untuk dipercaya mengelola modal yang lebih besar lagi dengan manajemen pembelanjaan yang tersistematis. Manajemen koperasi dapat diartikan mengendalikan, mengarahkan dan memanfaatkan segala sumber daya yang ada untuk tujuan memajukan atau mensejahterakan para anggota dan pengurus koperasi. Continue reading

Koperasi di Indonesia

Gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak spontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya. Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.

Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi). Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit model seperti di Jerman. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi. Di samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para petani menyimpan pada pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank –bank Desa , rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI). Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah. Continue reading