Category: Agribisnis Semester 3


A.    Latar Belakang

Penelitian tentang usahatani jagung ini dilakukan untuk menganalisis besarnya tingkat keuntungan dan tingkat efisiensi usahatani jagung di Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Menurut Soekartawi (2002), usahatani pada hakekatnya adalah perusahaan, maka seorang petani atau produsen sebelum mengelola usahataninya akan mempertimbangkan antara biaya dan pendapatan , dengan cara mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efesien, guna memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya, dan dikatakan efesien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).

Jagung (Zea mays L) merupakan bahan makanan penghasil karbohidrat kedua setelah padi. Selain dikonsumsi langsung, jagung digunakan sebagai pakan ternak penghasil susu, daging dan juga sebagai bahan baku industri. Oleh karena itu, jagung merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis seperti halnya beras (Anonim, 2002).

Produktivitas usahatani jagung masih rendah. Produktivitas yang rendah ini disebabkan oleh kondisi lahan dan tingkat penerapan teknologinya. Teknologi yang tersedia sudah ada yang bisa meningkatkan produktivitas jagung secara signifikan. Subandi (2005) menyatakan bahwa ditinjau dari aspek produktivitas dan ketersediaan teknologi budidaya, peluang untuk meningkatkan produktivitas jagung ditingkat petani masih terbuka luas. Continue reading

Kemitraan pada dasarnya merupakan sarana untuk saling memajukan dua belah pihak yang bermitra. Filosofi dari kemitraan yang dilakukan antara BUMN/BUMS dengan koperasi agroindustri di Kabupaten Batanghari adalah peningkatan keberhasilan koperasi yang bergerak di bidang agroindustri. Diharapkan pada gilirannya nanti, koperasi dapat benar-benar menjadi kekuatan perekonomian rakyat.

Prinsip kemitraan terdiri dari kesamaan, keterbukaan, dan saling menuntungkan. Kesamaan artinya bahwa dalam kemitraan yang dijalin, tidak ada yang direndahkan antara koperasi agroindustri di kabupaten Batanghari dan juga BUMN/BUMS. Dua belah pihak yang bermitra juga saling terbuka, tidak ada niat buruk yang disembunyikan dalam menjalin kemitraan. Prinsip yang paling terlihat adalah saling menguntungkan. BUMN/BUMS bisa mendapat hasil produksi lebih banyak dari suplai koperasi agroindustri. Koperasi agroindustri sendiri mendapat keuntungan tidak hanya dalam penyaluran hasil produksi tetapi juga dalam manajemen dan juga peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Asas dalam bermitra yang baik terdiri dari empat hal yaitu kesejajaran kedudukan mitra, saling membutuhkan, saling menguntungkan, dan saling memenuhi etika bisnis kemitraan. Koperasi agroindustri memang lebih besar ketergantungannya kepada BUMN/BUMS bila dibandingkan dengan sebaliknya. Namun, BUMN/BUMS tetap tidak menganggap rendah koperasi agroindustri.  BUMN/BUMS membutuhkan koperasi agroindustri untuk menjamin kontinuitas suplai bahan baku dan koperasi agroindustri membutuhkan BUMN/BUMS untuk menjamin kontinuitas serapan hasil produksi anggotanya. Hal itulah yang membuat hubungan kemitraan menjadi menguntungkan kedua belah pihak yang bermitra. Etika bisnis kemitraan juga dipenuhi dengan baik. Terbukti kerjasama mereka tidak hanya dalam hal hasil produksi tetapi juga BUMN/BUMS membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia di koperasi agroindustri berupa pengorganisasian dan juga pelatihan di bidang teknis budidaya maupun manajemen koperasi melalui program Sarjana Masuk Desa. Continue reading

Terkait dengan masalah modal, maka menjadi tugas pengurus untuk mendapatkan modal/dana dan menggunakannya seefisien dan seefektif mungkin. Optimalisasi penggunaan dana merupakan cara untuk mencapai tujuan manajemen keuangan dalam koperasi. Optimalisasi penggunaan modal akan dapat memaksimalisasi profit atau SHU dan pada gilirannya akan dapat memaksimisasi kesejahteraan anggota. SHU yang meningkat dan kesejahteraan anggota yang meningkat akan menambah kepercayaan pihak ketiga (kreditur) terhadap koperasi. Dengan kepercayaan tersebut, maka koperasi memiliki peluang untuk dipercaya mengelola modal yang lebih besar lagi dengan manajemen pembelanjaan yang tersistematis. Manajemen koperasi dapat diartikan mengendalikan, mengarahkan dan memanfaatkan segala sumber daya yang ada untuk tujuan memajukan atau mensejahterakan para anggota dan pengurus koperasi. Continue reading

Dengan banyaknya dampak negatif pemakaian pestisida serta pembatasan pemakaian insektisida sintetik tertentu sebagai pengendali serangga hama, dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, maka peluang pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman ( OPT ) secara hayati akan sangat besar untuk kelestarian lingkungan alam. Pengendalian secara hayati dengan pemakaian Nematode Entomopatogen (NEP) yang sudah dilaksanakan secara luas di beberapa Negara di Eropa, Australia, Asia, china, dan Amerika.Pemakaiannya di Indonesia masih sangat kecil dan terbatas. Di Indonesia  pemanfaatan agens pengendali secara hayati dengan NEP untuk mengendalikan serangga hama baik pada tanaman Perkebunan, Pangan, Rumput lapangan  golf serta Hortikultura menggunakan Steinernema spp dan Heterorhabditis spp sebagai isolat asli Indonesia. Sehingga lebih mudah untuk diterapkan (Sulistyanto, 2000).

                NEP tersebut memiliki virulensi yang tinggi terhadap inangnya, membunuh inangnya yang cepat ( 24 – 48 jam ), dapat diproduksi secara missal baik dimedia hidup maupun media buatan dengan biaya yang relative murah,diaplikasikan dengan mudah dan kompatibel dengan insektisida yang lain. Dari kenyataan ini maka penelitian untuk mengendalikan serangga hama tanaman secara hayati dengan NEP sangatlah diperlukan untuk menunjang program PHT yang akrab lingkungan. Nematoda adalah cacing dengan tubuh tak bersegmen, bulat panjang dengan kedua ujung lancip; sebagian besar hidup bebas namun ada juga yang parasit. Nematoda Entomopatogen (NEP) merupakan nematode yang bersifat vector dari bakteri yang memarasit serangga inang dengan penetrasi langsung melalui Kutikula serangga dan lubang lubang alami seperti Spiracle, mulut, dan anus (Sulistyanto, 2000).

                Nematoda Entomopatogen ( NEP )  masuk ketubuh serangga dengan menyerang  aliran darah ( Hemocoel ) dan masuk kedalam saluran pernapasan ( Vesikel ). Selanjutnya NEP mengeluarkan bakteri simbion yaitu bakteri yang bersifat Simbiosis mutualisme dan tersimpan di instestinal dan lumen usus nematode. Continue reading

Koperasi di Indonesia

Gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak spontan dan tidak dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya. Koperasi tumbuh dari kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.

Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi). Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit model seperti di Jerman. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi. Di samping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para petani menyimpan pada pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadi Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank –bank Desa , rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI). Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah. Continue reading